Oleh: Agam Pamungkas Lubah

Siapa sesungguhnya pendiri Tangerang? Pertanyaan seperti ini kerap kali muncul dalam diskusi-diskusi para pegiat sejarah. Baik mereka yang merupakan penduduk asli Tangerang, maupun komunitas-komunitas pegiat sejarah yang ada di Banten, Jakarta, maupun Bogor. Tentu dengan berbagai argumentasi data dan pengalaman dalam menggali informasi sejarah pastinya.

Dan kali ini Agam tidak dalam kapasitas untuk membenarkan atau menyalahkan semua argumen-argumen data yang dimiliki para sahabat pegiat sejarah. Apalagi memastikan apa yang saya kaji adalah merupakan sumber kebenaran mutlak. Nehi. Kaga’ Om. Saya hanya menyampaikan apa yang saya ketahui dalam Taman Semesta saya yang saya sebut dengan istilah: DNA Sejarah Agam. Tentu dengan komparasi data literasi yang saya kumpulkan baik itu dari arsip-arsip dokumen pemerintah Belanda, maupun Arsip Nasional dan sumber-sumber lainnya.

Pegini mulanya..
Menurut cerita yang berangkat dari tutur-tutur masyarakat sampai sekarang, bahwa yang mendirikan Kota Tangerang adalah berangkat dari tiga orang Maulana yang diutus oleh Kesultanan Banten di masa Maulana Yusuf sebagai penguasa Kerajaan Banten. Ketiga orang Maulana tersebut adalah: Maulana Yudhanegara, Maulana Wangsakerta (Wangsakara), dan Maulana Santika. Pangkat dari ketiga Maulana tersebut adalah ‘Aria’. Sedang titik perjuangan mereka terletak di Tigaraksa/Tiangtiga. Yang artinya tiga pemimpin. (Dr.F. de Haan, Priangan, jilid III, hal.125).

Karena letaknya yang berada di garis perbatasan yaitu di tepi Sungai Cisadane, maka untuk menghadapi serangan VOC mereka mendirikan benteng-benteng pertahanan di sepanjang tepi barat sungai tersebut. Karena benteng-benteng inilah lalu kemudian Tangerang dikenal dengan sebutan Kota Benteng.

Kemudian dalam perjalanannya para Maulana ini berturut-turut gugur dalam pertempuran melawan VOC di Tangerang. Dengan gugurnya para Maulana tersebut maka usailah sudah sistim pemerintahan Kemaulanaan di Tangerang. Dan oleh masyarakat ketiga orang Maulana tersebut dianggap sebagai pendiri sistem pemerintahan di Tangerang. (Ardi Subandri, Sejarah Berdirinya Pemerintahan Daerah Tangerang, Sebuah Tinjauan Ketatanegaraan, Skripsi S.I Fak.Sastra.UI, 1989).

Namun sumber lain yang saya temukan berdasarkan sari tulisan dari Dr. F. de Haan, sebagaimana yang tertuang dalam arsip VOC dengan Resolusi tertanggal 1 Juni 1660, dilaporkan bahwa Sultan Banten telah membuat sebuah negeri besar yang terletak di sebelah barat sungai Untung Jawa (kemungkinan yang dimaksud Tigaraksa). Dan untuk mengisi negeri baru ini Sultan telah memindahkan 5.000 sampai 6.000 penduduk untuk bertempat tinggal di sini. Dan Kompeni mengutus seorang mata-mata untuk berlayar sepanjang Untung Jawa demi membuktikan kebenaran berita tersebut.

Sementara dalam Arsip Dag Register tertanggal 20 Desember 1668, diberitakan juga bahwa sebagai penguasa daerah baru tersebut, Sultan telah mengangkat “Radin Sina Patij dan Keaij Daman” (kemungkinan yang dimaksud Raden Senopati dan Kiyai Daman). Namun dikarenakan Raden Senopati ini dicurigai akan merebut kerajaan, maka Sultan memecatnya kemudian menggantinya dengan mengangkat Pangeran Dipati lainnya. Tindakan ini membuat Radin Senopati sakit hati dan dengan melalui VOC ia melakukan adu domba. Namun ternyata ia terbunuh (dibunuh) di Kademangan.

Tidak sampai di situ saja sumber yang saya dapatkan mengenai siapa sebenarnya pendiri cikal bakal pemerintahan di Tangerang ini. Pada tahun 1660 dalam Arsip VOC ditemukan lagi berita mengenai wilayah Tangerang. Yaitu dalam Dag Register 4 Maret 1680. Dimana Arsip tersebut menjelaskan bahwa penguasa resmi Tangerang pada saat itu adalah “Keaij Dipatij Soera Dielaga”. Gelar yang disematkan padanya adalah Kiaij Aria Soeradilaga di saat Tangerang berada dalam kekuasaan Kompeni. Dimana saat itu Soeradilaga dan putranya Subraja meminta perlindungan kepada Kompeni. Kabar penyerahan diri mereka tertuang dalam Dag Register 2 Juli 1682, yang diikuti 142 pasukannya. Kemudian mereka mendapat tempat di sebelah timur sungai dekat dengan pagar milik Kompeni.

Dalam satu pertempuran melawan Banten, Soeradilaga dan pasukannya dapat memukul mundur pasukan Banten. Dan atas jasa itulah ayah dan anak ini mendapat payung kehormatan dan gelar baru. Kiaij Dipati Soeradilaga menjadi Kyai Aria Soetadilga, sedang putranya Subraja menjadi Raden Aria Suryamanggala.

Dan pada tahun 1682 Raden Aria Soetadilaga diangkat sebagai Bupati Tangerang pertama dengan luas wilayahnya meliputi daerah antara Sungai Angke dan Cisadane dengan gelar: Aria Soetadilaga I.

Sampai di sini saya mengajak pembaca yang budiman untuk menyimpulkan dan mengkaji  lebih jauh lagi tentang siapakah sebenarnya Sang Pendiri Tangerang sesungguhnya. Bukankah mengkaji sejarah ibarat mengupas kulit bawang. Semakin dikupas semakin kita menemukan lembaran-lembaran berikutnya? [*]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini